Sabtu, 25 Februari 2017

Koordinator Bermodalkan Tekad

         Beberapa tahun yang lalu, saya pertama kalinya diberikan amanah sebagai koordinator kegiatan dari lembaga yang saya ikuti di kampus. Kegiatan ini tidak terlalu besar hanya saja kegiatan ini merupakan kegiatan yang pertama dilaksanakan diawal kepengurusan kami.  Selain kegiatan pertama, kegiatan ini juga merupakan kegiatan yang pertama kalinya, saya menjadi koordinator kegiatan. Awalnya, secara spontan tentu saya menolaknya sebab saya tak punya kemampuan untuk menjadi koordinator bahkan saya juga tidak tau apa saja yang harus dilakukan ketika menjadi koordinator. Namun, dengan dorongan dan kepercayaan teman-teman pengurus, saya mencoba mengemban amanah tersebut. Tapi, hal tersebut tidak membuat saya merasa percaya diri, justru ada kekhawatiran didalamnya dan bahkan ketakutan tentang hal-hal buruk yang akan terjadi saat kegiatan berlangsung. Harus saya akui, menjadi koordinator merupakan tantangan terbesarku dalam berorganisasi saat itu. Jujur saja, saya adalah orang yang mungkin lebih memilih mengerjakan apapun itu selain menjadi koordinator. Didalam pemikiranku, sungguh menjadi koordinator itu tak enak rasanya, ia harus bertanggungjawab penuh pada kegiataan tersebut.

    Dengan hanya bermodalkan tekad, saya berharap kepada teman-teman untuk membantu mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan untuk kegiatan. Saya memulai dengan cara membentuk tim dan memilih beberapa teman untuk dijadikan sebagai penanggungjawab setiap seksi. Mulai dari seksi acara, seksi perlengkapan, dan seksi dana serta konsumsi. Beberapa hari setelah pembentukan tim tersebut, kinerja kami belum kelihatan. Dikarenakan, beberapa teman yang telah dipilih tersebut belum mengerjakan tugasnya masing-masing. Semenjak itu, saya mulai cemas. Bingung harus bagaimana apalagi saya merasa tidak enak ketika harus menyuruh mereka untuk segera menyelesaikan tugasnya. Hari semakin berlalu, sisa dua minggu yang harus digunakan untuk menyelesaikan segala persiapan untuk kegiatan. Ini benar-benar membuatku mulai lebih panik. Benar saja, bayangkan dana belum cukup untuk membeli perlengkapan yang dibutuhkan sedangkan susunan acara belum fix dan beberapa teman-teman juga mulai lebih sibuk dengan tanggungjawabnya sebagai pengurus.

        Tak ada jalan lain. Keesokan harinya, saya berinisiatif sendiri mencari dana untuk keperluan kegiatan dengan cara menjual kue di mahasiswa-mahasiswa lainnya. Mulai dari itu sedikit demi sedikit dana kegiatan sudah ada. Sore harinya, saya mengadakan rapat untuk membahas sejauhmana persiapan kegiatan telah rampung dan disaat itupun saya  mengharapkan teman-teman untuk lebih serius dalam kegiatan ini. Saya rasa, jika hanya saya yang serius mempersiapkan kegiatan ini, tentu kegiatan tersebut bukan untuk lembaga tapi untuk saya sendiri. Salah satu keburukanku menjadi koordinator adalah saya takut menyampaikan perasaaan  sendiri dan keinginanku karena saya masih lebih mementingkan rasa tidak enak untuk menyuruh teman-teman mengerjakan tanggungjawab untuk kegiatan tersebut. Selepas rapat, ternyata teman-teman sadar akan tugasnya dan keesokan harinya mereka mulai mengerjakan tugasnya masing-masing dan ini membuatku lebih tenang dan bersyukur. Dalam melaksanakan suatu kegiatan, mengadakan rapat merupakan salah satu yang terpenting dikarenakan dari hasil rapat, ada ide yang disetujui, ada evaluasi  yang harus dilakukan, dan hal-hal yang akan dikerjakan selanjutnya.  Sisa satu hari, kegiatan akan berlangsung. Persiapan telah lengkap, mulai dari susunan acara hingga perlengkapan untuk kegiatan, dan peserta yang akan hadir pada kegiatan. Kegiatan tersebut berlangsung dengan lancer selama dua hari berkat tim yang telah melaksanakan kewajibannya dengan baik.

        Tentu saja, menjadi koordinator tidaklah mudah. Perlu kerjasama yang kuat didalamnya. Kita harus tau kapan sifat ketidakenakkan kita harus muncul dan kapan tidak. Tapi, harus diketahui bahwa tak perlu menyembunyikan diri dan menolak untuk mencoba hal yang baru. Menurut saya, Kekhwatiran yang besar tentu saja akan selalu beriringan dengan diberikannya tanggungjawab yang besar tapi akan redah jika kita punya kekuatan yang lebih besar untuk belajar mencoba hal yang baru. Menjadi koordinator untuk pertama kalinya tentu banyak pembelajaran yang bisa saya ambil. 

Jumat, 17 Februari 2017

Setelah Jatuh

Warnanya hitam dan putih, mirip belang zebra, adalah motor yang selalu menemaniku kemana saja melintasi kotaku. Aku tidak akan bisa sebebas mungkin mengelilingi dan melintasi kotaku dengan mudahnya tanpa motorku ini. Aku mengendarai motor ini sudah lama, kurang lebih empat tahun. Sehingga, dalam jangka waktu itupun aku memiliki berbagai kejadian yang berkaitan dengan motorku ini. Nah, dari berbagai banyak kejadian yang pernah aku alami saat mengendarai motorku ini, Aku memilih menceritakan tentang awal aku berkendara motor di jalan raya.

Layaknya anak yang ingin pintar membaca, mereka terlebih dahulu harus mengenal huruf secara bertahap hingga dapat membaca kalimat secara sempurna. Seperti itu pula aku yang ingin pintar mengendarai motor. Terlebih dahulu aku harus mampu mengenal fungsi disetiap bagian-bagian alat yang ada di motorku. Setelah aku diberitahu bagian-bagian alat pada motor oleh sepupu laki-lakiku, yang tersimpan di memoriku hanyalah fungsi gas, rem, klakson, lampu, dan beberapa bagian alat yang hanya digunakan secara umum. Lebih dari itu, aku sudah tidak paham lagi tentang bagian motor yang lainnya. Yang jelas, aku mengetahui fungsi secara umumnya saja. Kemudian, setelah mengetahuinya barulah aku mulai mencoba untuk mengendarainya. Tak terlalu lama, sayapun dapat mengendarai motor kurang lebih selama seminggu.

Dengan bekal hasil pembelajaran selama seminggu mengendarai motor ditambah dengan keberanianku, aku mencoba mengendarai motor di jalan raya sendiri. Perasaan yang tergambarkan ketika pertama kali mengendarai motor di jalan raya ibarat lewat dihadapan bapak polisi padahal kita tidak punya SIM. Jantung berdebar, tak hentinya bersalawat, dan wajah yang tegang. Tidak hanya itu, ketakutan dan kegelisahan bercampur aduk. Pemikiran tentang bagaimana kalau aku jatuh dikeramaian, apa yang harus kulakukan? Bagaimana kalau tidak ada yang menolong? Malahan orang-orang hanya menertawaiku saja. Itulah yang tergambarkan. Mungkin sedikit lebay, tapi sungguh dihari itu mungkin hanya akulah satu-satunya pengendara yang memasang wajah tegang. Tidak hanya itu, kecepatan motorku jugalah yang paling lambat, mungkin becak lebih cepat berjalan dibandingkan motorku.

Tidak ada tujuan tempat saat pertama kali mengendarai motor dijalan raya. Aku hanya benar-benar ingin mencobanya. Sekitar 10 menit mengendarai motor, Aku mulai merasa baik dan keberanianku semakin membesar. Kurasa, aku sudah bisa mengendarai motor dijalan raya dengan cukup baik, berbekal keberanian dan hasil belajarku selama seminggu. Perasaan dan pemikiran negatif yang terlintas tadinya juga semakin memudar. Semakin lama aku mengendarai, semakin asyik kurasa dan bahkan aku sudah berani menengok kanan dan kiri. Oh iya, tentu saja sebelum berkendara aku menggunakan perlengkapan berkendara dengan lengkap. Ini adalah hal yang wajib, menggunakan helm dan memakai sepatu tentu saja kukenakan.

Setelah berlama-lama mengendarai motor dijalan raya, aku memutuskan untuk kembali ke rumah beristirahat. Jalan yang aku lalui tentunya berbeda dengan jalan pulang. Rupanya jalan pulang menuju rumah banyak yang berlubang saat itu, jadi aku sadar bahwa aku harus lebih berhati-hati dibandingkan jalan sebelumnya. Namun, ditengah perjalanan setelah melewati jalanan berlubang, aku dipertemukan dengan kemacetan yang luar biasa. Saat itu, aku belum pandai untuk mendahului kendaraan yang lain ketika ada jalan kosong yang dapat dilewati. Akhirnya, aku hanya mengikuti jalurku saja. Namun, aku melihat kendaraan motor yang lainnya bisa menyelinap begitu saja, aku merasa ingin melakukannya. Tapi, aku masih takut untuk melakukannya. Beberapa menit berlalu, aku masih terjebak dengan kemacetan. Dengan rasa ketidaksabaran yang terus bertambah, kuberanikan diriku untuk mendahului kendaraan yang lainnya. Namun, ketika aku mulai mengarahkan motorku ke bagian kanan. Rupanya, tiba-tiba mobil melaju hingga menabrak motorku. Aku kaget dan akhirnya aku terjatuh. Untung saja, kecelakaan ini tidak parah karena aku hanya memiliki luka kecil dibagian tangan. Bapak yang melihatku terjatuh kemudian menolongku. Beberapa orang pun ikut membantuku, mendorong motorku sampai dipinggir jalan dan menanyakan keadaanku dan beberapa orang hanya melihatku saja bahkan mobil yang tadinya menabrakku pergi begitu saja.


Aku tau bahwa kejadian yang menimpah diriku karena kesalahanku sendiri, rasa yang tidak sabar dan ingin meniru orang lain hanya membuatku celaka. Aku bahkan tidak memikirkan sebelumnya dampak yang akan terjadi ketika aku mengikuti orang lain. Disatu sisi, aku harus pula bersyukur bahwa rasa kepedulian yang ada didalam diri setiap manusia mampu menolongku dalam kesulitan. Aku berterima kasih kepada bapak dan orang yang membantuku ketika aku terjatuh. Ucapan terima kasihku bukan menjadi penutup pembicaraanku dengan mereka. Tapi, mereka memberikanku nasehat saat berkendara dan hal itu menjadi pelajaran juga bagiku. Aku akan mulai lebih berhati-hati lagi saat berkendara. Setelah beristirahat beberapa menit dan rasa sakit yang sudah mulai membaik, aku kembali bergegas mengendarai motorku untuk sampai pada rumah. Setelah kejadian yang menimpaku saat pertama kali mengendarai motor dijalan raya, tak lantas membuatku takut untuk melakukannya lagi. Setelah jatuh dari motor, aku akan lebih berhati-hati dalam mengendarainya. Bahkan dari kejadian itu aku lebih berani mengendarai motor dijalan raya. Yang jelas, harus berhati-hati dan mematuhi aturan lalu lintas saat berkendara. Selain dari itu, ketika berkendara jangan meniru pengendara yang lain karena apa yang dilakukan pengendara lain khususnya motor belum tentu baik untuk diri kita. Bagiku, berhati-hati dan menikmati perjalanan saat berkendara salah satu kenikmatan ketika kita bisa mengendarai motor.